Negara Cina dalam Masa Depan Sebagai The Watchdog
Abstraction
China is a Sleeping Lion, let China
Sleep, for when she wakes, she will shake the world,” (Napoleon Bonaparte).
But right now it is too late, The Sleeping Lion is waking
up for the long sleep. China has awakened on the economy growth in China has
awakened. As China’s awaked the economic suddenly growing faster, and the other
countries around the world have shaken and other country want to cooperate with
China.. China has become more aggressively on international system nor the
economic expansion right. If China still
on dominance in the future and beating
the other countries, is it China become the Watchdog?
Negara Cina saat ini sebagai salah
satu kategori negara maju dalam pembangunan dan memiliki wewenang dalam suatu
kepentingan yang paling penting bagi negara-negara di kawasan Asia Timur maupun
secara global. Tentunya negara Cina benar-benar sangat terpengaruh bagi
negara-negara berkembang salah satunya adalah negara Indonesia. Salah satu
implementasi mendasar adalah negara Cina melakukan kerjasama internasional.
Dalam tulisan ini saya membuat salah
satu konsep The Watchdog dari hasil
adopsi dari salah satu platform permainan
konsol yang memiliki kesamaan dengan namanya yaitu Watchdog. Diceritakan salah satu negara ini sebagai pengaruh dari
setiap negara-negara berkembang dan pada saat itu negara ini berawal dari sifat
kerjasama secara bermoral yaitu memberikan kerjasama investasi indurstri dalam
bidang teknologi serta pembangunan-pembangunan lainnya. Namun berubah salah
satu negara ini menjadi berbanding terbalik akibat kesuksesannya serta pengaruh
besar yang ternyata memiliki sifat ekspansi yang kita tidak miliki. Tentunya
alasan lainnya adalah tidak adanya rezim internasional ataupun hukum
internasional yang membahas hal-hal ini. Secara sejarah ternyata negara ini
memiliki sifat ekspansi, eksploitasi secara privasi dan menimbulkan sifat yang
hirarki agar negara lainnya tidak bisa menyandingi. Dalam konsep The Watchdog menekankan sebagai
indikator untuk masa depan menginput dari faktor historikal hingga sekarang,
isu-isu yang dialami serta respon dalam skala internasional.
Dalam esai ini akan menjelaskan bagaimana
bentukan dari negara Cina membentuk dan sebagai bentuk ramalan dalam masa depan
apakah negara Cina memiliki sifat ekspansi dan eksploitasi dalam privasi yang
sama dalam konsep The Watchdog dan
kedepannya apakah berarti baik atau justru buruk. Konsep The Watchdog akan memberikan jabran melalui sub-sub bab penjelasan
yaitu History of China, China Facing The
Issue, China and International Regime, China as The Watchdog in The Future.
Sebagai konklusi menjadi penjelasan jika memang negara Cina bertuju pada baik
atau buruk.
History of China
Negara
Cina sebagai salah satu negara tertua dalam penemuannya. Diawali dari peradaban
Cina dari munculnya dinasti-dinasti di abad 17 sebelum mahesi. Dibuktikan
negara Cina sebagai negara yang sukses serta terkaya dalam ekspansinya namun
diawali oleh masa kelas sehingga dapat disebutkan akan adanya
pembangunan-pembangunan dalam reputasi maupun bangkitnya dalam negara Cina.
Negara Cina mengalami kemunduran pada era Mao Zedong pada tahun 1949. Negara Cina mengalami
dilema dikarenakan bingung untuk memilih beraliansi dengan Amerika Serikat atau
Uni Soviet. Hal ini disebabkan karena bentukan konstruksi komunisme di negara
Cina namun adanya keinginan untuk melakukan pasar bebas dalam adaptasi demokrasi
liberal Amerika Serikat.
Hal
ini menyebabkan negara Cina untuk lebih memilih mengisolasi diri dengan
internasional untuk membangun ideologi
komunisme leninisme namun
memiliki unsur norma dari negara Cina yang dapat dikembangkan. Di era Mao Zedong mengutamakan perananan negara
untuk mengintervensi perekonomian pasar domestik. Dengan membangun
sektor-sektor industri sebagai salah saru komoditas utama dalam berkontribusi
investasi dalam bidang agrikultural dan lainnya adalah kewenangan pemerintah untuk
menbangun. Sehingga pada saat itu fokus utama sebagai modal perekonomian hanya
bertuju pada sektor agrikultural pertanian. Tentunya hal ini mengalami
kelemahan karena tidak ada kemampuan untuk mengembangkan sektor-sektor lainnya.
Akhirnya pada era ini negara Cina menjadi negara paling miskin.
Pada
tahun 1976 Negara Cina mulai melakukan reformasi dalam mengubah metode pasar
yakni menjadi terbuka dalam ranah internasional. Adopsi ini dilakukan dengan
implementasi pada tahun 1978 pemerintah Cina dalam rezim Deng Xiaoping
membangun sektor-sektor lain selain agirkultural seperti pariwisata, teknologi
dan lainnya. Intervensi pada pemerintah juga mulai dikurangi sehingga
perusahaan swasta dapat membuka sektornya dan berkontribusi di domestik psar
negara Cina. Ditunjukkan pada tahun 1978 Gross Domestic Product (GDP) di negara
Cina meningkat pesat yang sebelumnya 5% menjadi 11%. Harapan-harapan untuk
bangkit mulai muncul pada saat ini.
Citra yang dibangun oleh Deng Xiaoping menjadikan peningkatan
pesat untuk Sumber Daya Manusia serta pembangunan dalam bidang modern pada abad
ke 21 seperti teknologi sangat pesat dan menuntun dalam perjalanan negara Cina
sehingga pemerintah Cina juga ikut berkontribursi agar tidak berpaling jauh
pada nilai-nilai serta norma yang dibangun melalui sejarah negara Cina dengan
menggunakan strategi dan regulasi dari pemerintah. Strategi negara Cina
melakukan restrukturisasi pada model pembangunan serta pembukaan kerjasama
dalam momentum besarnya antara Beijing dengan Amerika Serikat. Namun negara
Cina juga melakukan penekanan agar tidak terjadinya kekalahan dan sedikit
memberikan bumbu oligarki bahwa negara Cina memiliki beberapa bidang dalam
menggunakan sebagai Major Power untuk membuka di ranah Internasional. Sehingga
perlakuan pada di dalam domestik juga sangat ketat untuk masyarakatnya seperti
masih adanya intervensi pemerintah yang nanti akan dijelaskan secara mendalam.
China Facing The Issue
Dalam bab ini akan menjelaskan
bagaimana kondisi sosial domestik di negara Cina dan bagaimana korelasi dengan
kondisi Internasional terutama membahas isu-isu sosial. Korelasi dengan sejarah
sebelumnya isu sosial kemanusiaan yang terjadi dalam domestik negara Cina
menjadi salah satu permasalahan besar. Dalam rezim Mao Zedong diawalu dengan mudahnya penindasan yang terjadi bagi
gerakan-gerakan sosial yang melawan rezim ataupun para kajian-kajian ilmu
pendidikan non tradisional yang menyebutnya sudah tidak bisa dikorelasi lagi
apalagi pada masanya isolasi negara Cina adalah salah satu kemunduran. Sehingga
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa tersebut seperti penahanan
dan hukuman mati diberlakukan bagi siapa saja yang menentang sistem. Salah satu
dasarnya hingga lapisam masyarakat terbawah yang ingin membangun sektor lain
selain agrikultural akan ditahan oleh pemerintah.
Memasuki zaman Deng Xiaopin
terjadinya transisi pada pemikiran masyarakat Cina pasca negara Cina mulai
terbuka pada pasar bebas. Transisi yang terjadi dalam bidang sosial di negara
Cina tidak meninggalkan nilai-nilai yang dibawa pada rezim-rezim sebelumnya.
Pemerintah pusat di negara Cina masih memberlakukan intervensi pada privasi
bagi masyarakatnya. Menjadi salah satu alasan mengapa tidak adanya
gerakan-gerakan di Negara Cina secara kolektif dan besar tidak mampu berkembang
karena memang adanya penekanan pada pemerintah Cina hingga pemberlakuan hukum
bagi para gerakan yang mengkritik berat pemerintah negara Cina.
Perkembangan teknologi juga menjadi
salah satu konsentrasi bagi negara Cina dalam mengatasi agar tetap bisa
intervensi dalam privasi masyarakat. Alasan negara Cina memiliki sifat dalam
kebijakan seperti ini adalah agar membatasi kebebasan dan menjaga integrasi
serta keamanan bagi negara-negara Cina. Hingga saat ini negara Cina sebagai
salah satu penyumbang terbesar dalam perkembangan teknologi serta menciptakan
teknologi-teknologi terbarukan. Dalam tingkatan domestik pemerintahan negara
Cina membatasi teknologi yang dimasuki. Seperti platform-platform teknologi serta piranti-piranti hingga sosialk
media dilarang di negara Cina. Namun pemerintah Cina memberikan salah satu
imitasi agar tetap dapat merasakan namun diproduksi oleh negara Cina. Berbeda
dengan produk-produk hasil negara Cina yang di suplai ke pasar Internasional
justru mengeluarkan inovasi-inovasi teknologi terbarukan serta berani untuk
dibayar dengan harga yang relatif murah bagi produk-produk yang dijual ke pasar
Internasional.
Sedikit sulit untuk memahami secara
mendalam dan didasari pada teori-teori Hubungan Internasional dalam
permasalahan ini. Namun jika diilhami lebih mendalam citra baik negara Cina
yang dibawa ke Organisasi Internasional dan mengikuti sistem yang telah
dibentuk oleh Organisasi Internasional. Namun berbanding dengan kondisi
domestik kewenangan lah sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. Hal ini
juga bisa sebagai penyanding bahwa inovasi-inovasi teknologi yang dibawa negara
Cina mampu untuk bersaing dan menguasi produk pasar internasional.
Negara-negara lain di Asia Timur seperti Korea Selatan salah satu produk
andalan dalam perusahaan multi nasional Samsung
dan Jepang yaitu LG saat ini
kewalahan bersaind dengan produk-produk dari negara Cina seperti ASUS, Xiaomi dan lainnya. Kebebasan pasar tidak dapat diatur oleh aktor
siapapun meskipun itu Organisasi Internasional hal inilah salah satu
implementasi dari teori liberalisme maka produk-produk dari negara Cina tidak
bisa ditekan. Strategi yang dilakukan oleh negara Cina dengan membuat harga
seminimal mungkin dan keberanian untuk merusak harga pasar inilah yang menjadi
polemik meskipun sudah bergabung dengan Organisasi Internasional seperti WTO atau World Bank hingga pada perjanjian-perjanjian yang telah
diratifikasi bersama.
Negara Cina sebagai salah satu
negara terpada mengalami permasalahan dan isu terjadinya urbanisasi secara
besar-besaran. Hal ini disebabkan oleh faktor pembangunan yang berfokus pada
satu lokasi saja. Hingga permasalahan terjadi akna adanya kesenjangan sosial
secara besar-besaran bagi masyarkaat negara Cina. Tentunya permasalahan
urbanisasi yang menjadi salah satu isu sosial dalam kesenjangan akan terjadi
namun ada lagi isu yang berkaitan pada masalah ini adalah isu lingkungan atau
ekologi yang terjadi.
Konfirmasi jika memang negara Cina
tidak bisa dikendalikan adalah permasalahan isu lingkungan. Negara Cina menjadi
salah satu negara yang memiliki industri terbanyak dan munculnya urbanisasi
secara besar-besaran. Permasalahan pada isu lingkungan diawali pada tahun 2013
negara Cina mengalami polusi udara paling parah karena udara sudah
terkontaminasi oleh racun dan berkabut hitam. Meskipun pada tahun itu produk
domestik di negara Cina meningkat namun hal ini mulai terganggu karena
permasalahan ekologi. Dalam datanya negara Cina di tahun 2013 hingga 2015
menjadi salah satu negara paling tercemar setelah Amerika Serikat total 27%
negara Cina telah menyumbang emisi karbon global dan 85% kota-kota negara Cina
tidak sesuai dengan standar kesehatan internasional.
Faktor
yang menjadi alasan bahwa negara Cina telah mengabaikan regulasi dari
Organisasi Internasional dalam bidang ekologi. Industri-industri di negara Cina
adalah penggunaan batubara yang berlebihan. Pada tahun 2014 tercatat 65%
penggunaan batubara pada setiap industri-industri di negara Cina. Banyak sekali
kecaman-kecaman dikeluarkan oleh negara-negara di Asia Timur seperti Jepang
untuk mengganti program terbaharukan namun tidak dihiraukan oleh pemerintah
negara Cina. Permasalahan ini menjadi salah satu kekurangan atau permasalahan
yang terjadi dalam kondisi domestik.
Negara
Cina pada tahun 2015 ikut menandatangani Paris
Agreement bersama negara anggota lainnya dalam menanggapi isu lingkungan.
Negara Cina seakan tidak melihat permasalahan domestik negaranya seakan bahwa
perjanjian tersebut menjadi salah satu solusi agar emisi dapat dikurangi. Namun
pada tahun 2017 penurunan dalam penggunaan gas emisi di negara Cina menurun
sangat tidak signifikan. Dapat dikatakan bahwa penurunan ini adalah kondisi alami
yang berubah. Hingga ancaman bersama negara-negara lainnya tidak dihiraukan
oleh negara Cina itu sendiri.
Hal
ini dapat dikorelasikan bahwa negara Cina masih belum menerima
kritikan-kritikan serta tidak pernah menaati regulasi-regulasi atau kepatuhan
yang telah dipersetujui bersama. Sulitanya pengendalian pada negara Cina
sebagai salah satu kategori negara maju dalam kepatuhan pada suatu kebijakan
atau regulasi bersama. Negara besar atau maju yang telah melakukan
ketidakpatuhan bisa dapat disengaja ataupun ada tujuan dimaksud tersebut. Namun
hal ini membukitkan dari efektifitas Organisasi Internasional perlu
dipertanyakan. Akan dilanjutkan pada bab berikutnya Negara Cina dan Rezim
Internasional.
China and International Regime
Permasalahan
awal berada pada Asia Timur yang tidak memiliki organisasi regional yang
mengatur aturan-aturan ataupun integrasi secara bersama dalam negara-negara di
Asia Timur. Meskipun di Asia Timur merupakan regional yang terdiri dari
negara-negara yang maju namun dikritiki bahwa ketidakmampuan akan membuat
bersama yang diatur dalam organisasi regional. Salah satunya negara Cina yang
selalu melakukan korporasi dengan organisasi regional lainnya seperti ASEAN. Bahwa didasari oleh hirarki dalam
negara-negara di Asia Timur sehingga fokus yang muncul adlaah secara terus
menerus melakukan pembangunan hingga mengutamakan negara nya terlebih dahulu
hingga munculnya sebagai salah satu dependensi. Dapat dikatakan jika suatu
regional terdirikan dari setiap negara maju kemungkinan Organisasi regional
tidak akan terlahir karena perlunya dependensi antara negara berkembang dan
negara maju bukan negara maju dengan negara maju.
Saya menyetujui jika Organisasi
Internasional tidak akan pernah efektif ataupun sebagai salah satu bentuk dalam
praktik power suatu negara saja yang
diungkapkan oleh teori Realisme dan
kembangan dalam suatu konsep yang dijelaskan oleh Mearsheimer
(1995). Negara-negara tetap akan mengakui akan suatu hirarki pada sistem
internasional namun Organisasi Internasional tidak akan sebagai salah satu
jalan dari pihak ketiga yang dapat mengatur setiap negara anggotanya terlebih
pada negara-negara besar didalamnya. Justru negara besar akan menjadi penggerak
dalam Organisasi Internasional tersebut sebagai bentuk praktik power dan mendapati keuntungan yang
lebih bagi negaranya.
Negara Cina pada saat itu masih
belum sebagai tergolong negara maju sebelum bergabung dengan Organisasi
Internasional yang besar sangat berbeda dibandingkan dengan bergabung WTO yang pada saat ini langsung naik
sangat signifikan dalam Produk Domestik
Bruto dan saat ini produk-produk dari negara Cina mendominasi dalam pasar
Internasional. Tentunya hal ini negara Cina menggunakan sistemnya sendiri untuk
mendominasi pasar Internasional meskipun banyak sekali kecaman-kecaman jika
sistem seperti harga yang murah dan perjanjian perdagangan non tarif. Bahwa
negara Cina memang memiliki kelebihan dalam bentuk strategi perdagangan serta
bergabung dengan sistem Organisasi Internasional yang selanjutnya mengadopsi
sistem dari negaranya.
Namun hal ini juga menjadi salah
satu pertanyaan jika memang negara Cina memiliki adopsi sistem yang dibawa
tentunya kegagalan-kegagalan seperti dalam menanggapi isu lingkungan yang
jikalaupun menandatangi perjanjian bersama jika ternyata hal itu menganggapi
kerugian bagi negaranya maka akan dihiraukan seperti Paris Agreement yang diatasi oleh negara Cina hingga perjanjian
dalam menanggapi kawasan Laut Cina
Selatan yang tidak kunjung selesai. Terbukti memang bahwa negara Cina sulit
dikendalikan melalui praktik kontrol power
yang sangat besar dan ekspansionis melalui klaim-klaim yang dilakukan.
Seharusnya hal-hal seperti ini adalah wewenang dalam Rezim Internasional dalam
menyelesaikan masalah-masalah ini.
China as The Watchdog in The Future
Saat
ini negara Cina sebagai salah satu negara yang mendominasi dalam segala bidang
mulai teknologi, pasar internasional, sistem internasional serta lainnya tidak
memungkinkan akan semakin maju dan kompleks untuk masa depan. Negara-negara di
Asia Timur sebagai salah satu dalam kategori negara maju kalah saing dengan
negara Cina yang tetap mendominasi. Namun bagi negara berkembang hal ini dapat
dimanfaatkan dengan baik melalui kerjasama perekonomian, pembangunan dalam
bidang pengelolaan sumber daya alam ataupun pemanfaatan teknologi untuk sumber
daya manusia. Sebagai bukti bahwa negara Cina telah melakukan banyak kerjasama
dengan negara-negara berkembang seperti negara Indonesia, juga telah melakukan
kerjasama dan ratifikasi bersama dalam perjanjian perdagangan multilateral
dalam organisasi internasional seperti ASEAN
sebagai bukti dalam memperkuat negara Cina membutuhkan dependensi
diantaranya. Tentunya hal ini juga menjadi alasan dengan negara-negara maju
lainnya seperti Amerika Serikat yang mulai melakukan perang dagang akibat
perusakan sistem yang dianggap dirusak oleh negara Cina. Hal ini memunculkan
bukti bahwa munculnya suatu hirarki adalah dengan mendominasi dalam setiap
perdagangan bahwa hal itu ditujukan oleh negara Cina.
Tentunya sebagai salah satu
permasalahan bahwa melalui dasar historis negara Cina yang bersifat
ekspansionis serta isu-isu domestik yang dialami. Permasalahan sosial akan
kesenjangan di negara Cina yang tidak terlalu dipedulikan hanya berfokus pada
pembangunan ataupun ekspansi dalam internasional. Dalam isu tradisional dalam
keamanan bentuk klaim yang dilakukan oleh negara Cina sebagai salah satu bukti
masih adanya nilai-nilai yang didasar dari segi historis yaitu ekspansi serta
isu-isu non tradisional seperti lingkungan yang seharusnya sudah meratifikasi
secara bersama dalam internasional justru menjadikan kegagalan dan tidak di
pertanggung jawab kan saat ini.
Konsep The Watchdog akan sebagai salah satu hasil dari bentuk hasil
hirarki dari suatu negara yang mendominasi secara keseluruhan dari
negara-negara berkembang. Dapat diimplementasikan sebagai negara Cina untuk
masa depan jika kerjasama dan dominasi pasar yang jauh dari negara lainnya,
munculnya dependensi secara berlebihan diantara negara berkembang serta adopsi
negara-negara berkembang untuk intervensi privasi sosial oleh pemerintah.
Skenario terburuk bahwa The Watchdog adalah
hal yang buruk nantinya dalam gelar bagi negara Cina yang diadaptasi oleh teori
realisme bahwa memang benar. Negara
Cina akan terus menerus mendominasi dan menjadi penguasa tertinggi dalam sistem
internasional menguasai segala bidang yang berawal dari kerjasama perdagangan
dan teknologi hingga berkembang menjadi setiap aspek.
Agar hal buruk dapat dihindari
tentunya rezim Internasional sebagai salah satu solusi pihak ketiga agar
mengatur anarki ini. Negara Cina dapat dikendalikan dengan baik hingga
mengadopsi sistem negara Cina yang dibawa dan mengakumulasi untuk menjadikan
sistem Internasional. Tentunya hal ini lebih menguntungkan setara dengan konsep
intergovernmentalism yang berarti
pengusulan dalam pembentukan suatu identitas dan entitas dalam sistem
internasional kedepannya.
Dalam konsep The Watchdog ini dapat menjadikan sebagai salah satu bentuk
indikator apakah negara Cina bersifat positif ataupun negatif bagi sistem
Internasional. Karena sulitnya mengindikasi serta perubahan yang terjadi secara
natural seperti pergantian rezim diantara Mao
Zedong menuju Deng Xiaoping sangat
berbeda. Dapat dilihat bahwa bentukan dari sistem internasional akan diadopsi
dan negara yang berkategori maju tentunya adopsi ini dimaksudkan memasuki
sistem namun jika ada kesalahan dalam sistem tersebut dengan membawa modal
sistemnya maka perubahan akan dilakukan seperti inilah negara Cina saat ini dan
patut sebagai The Watchdog.
Daftar Pustaka
1.
China's
Challenges: Political Change, Pollution And Protest;
The Guardian; 2012; dapat diakses di https://www.theguardian.com/world/2012/mar/18/china-challenges-next-generation
2.
Deng
Xiaoping and The Transformation of China; Ezra F. Vogel; 2011
3. Dilemmas for China: Energy, Economy
and Environment; Xu
Tang; 2015; dapat diakses di https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=2ahUKEwjW9dzcoKnfAhUU3Y8KHer8DFgQFjAEegQIBhAC&url=https%3A%2F%2Fwww.mdpi.com%2F2071-1050%2F7%2F5%2F5508%2Fpdf&usg=AOvVaw1xyXHf_0mi2tT8NanHVV8b
4.
Dilemmas
of Regionalism in East Asia Zhongqi Pan; 2007
5.
Hopes
of Limiting Global Warming? China and the Paris Agreement on Climate Change;
Anthony H. F. Li; 2016
6.
Politics in a Changing World; Ehtridge
Handelman; 2015
7.
The
False Promise of International Institutions; John J. Mearsheimer; 1998
Komentar
Posting Komentar