Indonesia Dalam Pemanfaatan Bitcoin dan Cryptocurrency di Era Globalisasi
Abstraction
Cryptocurrency is a new sector from
the advantages digital economy concept. This sector form purely commodity and
neutral from political invention. Because of the neutrality it become dangerous
and prohibited for many countries cause the affection with central bank and
currency state
Salah
satu bentuk fakta saat ini telah memasuki era globalisasi adalah dengan semakin
mudahnya bentukan interaksi terutama dalam kerjasama. Tentunya dalam hal
kerjasama secara langsung individu juga memiliki peranan yang penting sehingga
negara tidak lagi menjadi pelaku sebagai aktor utama yang paling penting namun
perusahaan dalam bentukan individu juga memiliki peranan penting dalam tatanan
serta pembangunan skala internasional. Era globalisasi pula ditandai dengan
perkembangan dalam bidang teknologi yang sangat cepat sehingga segala bentukan
aktivitas saat ini teknologi menjadikan penopangnya. Interaksi-interaksi ini
dilakukan dalam bentuk virtual hingga
akan adanya negosiasi atau kegiatan pasar saat ini diimplementasikan secara virtual. Kesulitan dalam bentukan
definisi ini apakah sebenarnya kegiatan secara virtual memiliki efek yang buruk atau justru baik hingga apakah
memang sebagai salah kebutuhan yang sangat wajib.
Teknologi
Kripto adalah inovasi teknologi untuk mengamankan komunikasi antar kedua belah
pihak agar pihak ketiga tidak dapat mengganggu kerahasian dan integritas dari
data yang dikirim (Bigmore, 2018). Teknologi Kripto kemudian
disempurnakan dengan Teknologi Blockchain yang menghubungkan antar server
secara terdesentralisasi secara peer to peer membentuk sebuah buku besar
transaksi ( ledger ) dengan
menggunakan teknologi kripto sebagai cara memverfikasi
Setelah
transaksi dicatat, ledger tidak akan dapat diubah tanpa persetujuan mayoritas
server dalam jaringan (Smith, 2015).
Blockchain terdiri dari Blockchain Public
dan Blockchain Private, sebagaimana
halnya Internet dan Intranet.
Dalam
bentuk kegiatan pasar yang bersifat tradisional seperti negosiasi antar
perusahaan atau proses tender melalui
pertemuan langsung menggunakan mata uang yang ditentukan ataupun mata uang
negara dari salah satu pihak. Namun secara besar penggunaan mata uang dollar dalam interaksi dagang secara
tradisional masih sering dilakukan. Akan tetapi kesulitan dalam hal kegiatan
dagang secara virtual jika mata uang negara sebagai salah satu patokannya
dikarenakan tidak hanya konsumen atau pihak lawan didasari dari satu negara
saja dan adanya sistem Floating Exchange
Rate dengan sering naik turunnya melalui inflasi deflasi dari nilai harga
mata uang. Penyebab yang semakin kuat dikarenakan tidak adanya penahanan dari
globalisasi ataupun kegiatan dagang secara virtual.
Hingga akhirnya melahirkan salah satu sistem moneter internasional virtual sebagai bentuk kemudahan dalam
interaksi dagang ataupun segalam sistem perekonomian internasional secara virtual. Cryptocurrency adalah sebuah kripto
atau kumpulan data yang terbaca sebagai bentuk nominal yang nantinya akan
sebagai bentuk mata uang baru. Sebenarnya cryptocurrency
bukanlah penciptaan pertama kali namun sebagai salah satu bentuk adopsi
yang sebelumnya sebagai wadah konversi ataupun pihak ketiga dalam pembayaran
baik dari mata uang suatu negara atau kartu kredit. Di tahun 2012 hak paten
bahwa cryptocurrency dalam kegiatan
sistem moneter internasional secara virtual
dalam hal ini bitcoin menjadi
salah satu mata uang virtual yang
dapat digunakan.
Seiring
perkembangan waktu fokus dari mata uang virtual
tidak hanya didasari dari nominal suatu data dalam 01001 melainkan sebagai
bentuk investasi yang diyakini akan semakin menguat pada kala itu hingga adanya
istilah mining melalui pemecahan
sebuah data yang berisikan banyak kode dalam salah satu komponen dari piranti
komputer secara besar adalah RAM (Smith, 2015). Hingga akhirnya
memberikan efek dari penjualan RAM meningkatkan
secara pesat akibat banyaknya peminat dari para miner. Secara mengejutkan bitcoin
yang pada awalnya dapat dibeli dalam 1 koin seharga $100 atau sekitar 1
juta rupiah, di tahun 2017 secara mengejutkan nilai harga dari bitcoin terhitung hampir mencapai $25000
atau sekitar 250 juta rupiah (Bigmore, 2018). Sebenarnya sistem ini sangat sulit
dijelaskan melalui bidang politik namun dalam penyederhanannya akibat banyaknya
investasi dan data yang dapat diolah berputar secara terus dan sedikitnya
pencairan yang dilakukan hanya membutuhkan 6 tahun saja harga mata uang virtual tersebut menjadi sangat tinggi.
Sangat berbeda sekali jika dibandingkan dengan nilai mata uang negara dengan
negara lain.
Hal
ini yang akan menjadi kerugian jika para investor dan miner mencairkan dana dan di konversikan dalam mata uang negara.
Maka akan munculnya inflasi secara besar-besaran akibat konversi lebih yang
meskipun nilai mata uang negara akan tetap sama. Pengaruh ini dapat dikatakan
buruk jika akan seperti berikut namun akan baik jika dapat dimanfaatkan dengan
baik ataupun melarang keras dalam pemanfaatan cryptocurrency sebagai bentuk sistem moneter virtual. Hal ini
dibuktikan dengan munculnya bank-bank virtual
yang menyediakan transaksi database
dan diyakini mampu seperti bitcoin
hingga munculnya perusahaan scam
sebagai bentuk penipuan yang menjajikan investasi secara virtual atau cryptocurrency. Tentunya hal seperti ini
menjadikan mata uang negara semakin tidak berharga dalam bentuk virtual hingga scam yang terjadi semakin merusak ekosistem dalam sistem moneter
internasional. Salah satu contohnya adalah negara Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang yang tidak mampu mengendalikan cryptocurrency secara baik hingga gagalnya pemanfaatan untuk meraih
keuntungan. Dapat diniliai kapabilitas power yang dimiliki negara Indonesia
masih tergolong belum mampu. Namun pemanfaatan cryptocurrency sebenarnya cukup baik dilakukan oleh negara Cina
melalui pelarangan penggunaan database diluar
dari negara Cina namun negara Cina membangun sistem moneter virtual sebagai penyedia dan pemerintah
tetap memiliki wewenang dalam mengelola dan mengkaji sistem tersebut.
Investor
dan miner dari negara Indonesia dalam
skala kecil maupun besar sebenarnya sudah tergolong banyak. Hingga menjadikan
sebagai salah satu komoditas utama dalam pekerjaan dari masyarakat. Tentunya
investor dalam skala individu memiliki intelektual yang tinggi dan memahami
perekonomian digital serta miner didasari
dari ahli teknologi dan perusahaan-perusahaan teknologi yang berbasis secara
dominan dalam hal virtual dengan
pemanfaat sistem demokrasi secara individu yang diterapkan di negara Indonesia
semakin dimudahkan hingga akhirnya domain website
bitcoin telah hadir di Indonesia. Tentunya kondisi ini sangat menguntungkan
secara langsung bagi individu namun tidak memiliki arti apa-apa oleh pemerintah
Indonesia. Justru hal ini memunculkan paradox
yang terjadi di Indonesia antara individu dan pemerintah Indonesia.
Tentunya dalam hal mendasar akhirnya pengeluaran kebijakan dalam pelarangan
penggunaan cryptocurrency dikeluarkan
yang tentunya tidak memiliki efek yang berarti karena memang kebijakan hanya
bersifat himbauan saja ataupun sama sekali tidak pernah dikaji sehingga tidak
ada payung hukum yang dihimbau.
Tertuliskan
pada Undang Undang dalam UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyatakan bahwa
setiap orang wajib menggunakan dan menerima mata uang Rupiah dalam bentuk
kertas dan logam sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Sanksi Pidana
pelanggaran adalah pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Hal ini dijelaskan
bahwa setiap kegiatan perdagangan harus menggunakan mata uang rupiah dalam
bentuk fisik tentunya hal ini tidak menjelaskan mengenai transaksi virtual
dalam penggunaan transaksi ataupun pekerjaan virtual secara virtual.
Mengenai
pertanyaan apakah aset kripto dianggap legal dan dapat dilindungi hukum dapat
dijelaskan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan Efek sebagai
surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligas, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Selanjutnya UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa Pemegang efek saham memiliki hak
suara dalam RUPS dan berhak atas dividen. UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU menyatakan Pemegang efek surat utang atau komersial
merupakan kreditur yang dapat mengajukan permohonan pailit bagi debitur kepada
Ketua Pengadilan. Maka jawaban dalam hal ini aset kripto tidak memiliki
legalitas sama sekali dan tidak akan sama sekali dilindungi oleh hukum
Indonesia.
Mengenai
penggunaan ataupun pengedaran uang mata virtual dijelaskan dalam UU No. 10
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi: Komoditi adalah semua barang, jasa, hak dan kepentingan
lainnya, dan setiap derivatif dari Komoditi, yang dapat diperdagangkan dan
menjadi subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Deriviatif Syariah, dan/atau Kontrak
Derivatif lainnya. UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan: Perdagangan adalah
tatanan kegiatan terkait transaksi Barang dan/atau Jasa (...) Barang adalah
setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud (...). Perdagangan melalui
Sistem Elektronik adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Hal
ini berkaitan bahwa aturan-aturan yang berlaku di Indonesia bersifat sangat
kaku dan masih bersifat tradisional. Meskipun mengenai penggunaan transaksi
mata uang secara virtual telah dijelaskan namun hal ini tidak menjelaskan
secara detail mengenai proses apa yang telah dibuat. Sehingga dapat dipastikan
bahwa penggunaan mata uang virtual hanya sebagai pengganti transaksi dalam
virtual namun perlunya bukti fisik ynag berlaku. Hal yang berkaitan dalam
virtual secara definitif dapat dipastikan
adalah transaksi retail bank yang ada di Indonesia ataupun perdagangan
virtual. Inkonsistensi yang terjadi dalam hal ini muncul ketika tidak adanya
legalitas bagi pemegang saham aset kripto namun transaksi secara virtual dapat
dilaksanakan melalui legalitas yang berlaku dan dapat dilindungi. Hal ini dapat
dikaitkan bahwa kajian mengenai aset kripto maupun blockchain masih belum dikaji secara rinci atau memang Undang
Undang yang diatur menjelaskan sangat kaku dan dapat multidefinisi bagi yang
menjelaskan dari setiap narahubung namun dapat dipositifkan bahwa memang
regulasi Undang Undang yang mengatur masih bersifat secara tradisional hal in
berkaitan dalam kurangnya pemahaman lebih mengenai aset kripto bahwa dianggap
tidak memiliki bukti fisik sedangkan penambang maupun investor kripto
memerlukan data algoritma yang berbentuk fisik.
Namun
pemerintah Indonesia sudah pernah melaksanakan pembahasan mengenai pemberian
kepastian hukum legalitas bagi investor pemegang aset kripto. Dalam perjalanan
mengenai hal ini pada bulan Februari 2014 memberikan awareness bagi pengguna Virtual
Crypto oleh Bank Indonesia dan dianggap legalitas dengan mengafirmasi pada
Januari 2018 oleh Bank Indonesia sebagai transaksi ilegal beserta persetujuan
tambahan dari Kementerian Keuangan (Nera, 2018).
Namun adanya perbedaan pendapat dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan bahwa
perlunya kajian ulang mengenai ilegal dari aset kripto akibat semakin
berkembangnya Bitcoin sebagai CryptoCurrency namun disambut negatif
dan mendukung bahwa Cryptocurrency maupun
Virtual Crypto merupakan perdagan
yang ilegal bagi Indonesia. Namun Kementerian Perdagangan akan mengkaji ulang
sebagaimana penguasaha dalam aset kripto dapat menjadi komoditas utama dalam
perdagangan. Hal ini yang menjadikan maksud dari Undang Undang yang bersifat
kaku dan tradisional menjadi multidefinisi dengan pihak yang menentang dengan
melalui perkembangan data yang memunculkan inkonsistensi dan dapat dianggap
bahwa butir-butir yang dijelaskan dalam Undang Undang sudah tidak berlaku lagi.
Tentunya
hal ini berkaitan dengan BlockChain yang
berkembang di Indonesia terus menerus menunggu regulasi yang jelas dari
Pemerintah Indonesia. Permasalahan ini ada pada lapisan organisasi pemerintahan
yang memiliki perbedaan pendapat hal ini dikaitkan dengan kapabilitas power yang dimiliki oleh setiap
organisasi pemerintahan. Tentunya seperti Bank Indonesia akan tetap meneguh
pada perlunya bukti fisik dalam setiap perdagangan yang berjalan di Indonesia (Nera, 2018). Namun akibat dari
urgensi dari isu ini memang pemerintah sudah melaksanakan tahapan perkembangan dengan
melaksanakan bahwa bagi penambang dan pemegang saham aset kripto merupakan
suatu komoditas dalam perdagangan di Indonesia yang disambut aktif oleh
pemegang aset kripto dengan pemberian kontrak berjangka yang mengkhususkan cryptocurrency merupakan perdagangan
standar. Dijelaskan bahwa kontrak ini meruapakan pengesahan sementara melalui
bursa berjangka dengan adanya pertemuan komoditas yang sama dalam hal ini
adalah cryptocurrency namun dalam
bentuk detail mengenai Bitcoin akan
dikaji lebih mendalam mengenai legalitas sementara yang akan diberikan (Nera, 2018). Namun Bank
Indonesia yang memiliki perbedaan pendapat juga tidak bisa disalahkan layaknya
bank sentral di negara lain pula bahwasannya keamanan pada data Cryptocurrency memiliki potensial yang
berbahaya bagi eksistensi mata uang negara layaknya di Amerika Serikat yang
memiliki potensial bahwa dolar sudah mulai terancam juga sistem dari Cryptocurrency. Sangat disayangkan jika
negara Indonesia mengadopsi dari Amerika Serikat mengenai berbahayanya Cryptocurrency bagi Indonesia.
Pemerintah
Indonesia seharusnya bersifat fleksibel dalam melihat dan mengadopsi kajian dan
solusi isu dari Internasional terutama pada suatu negara. Sangat disayangkan
tidak adanya kajian dan percobaan adopsi sistem dari negara Swedia. Swedia saat
ini menjadi negara pertama tingkat perekonomian di Uni Eropa dengan tolak ukur Gross Domestic Product (GDP) per kapita.
Swedia menjadi salah satu negara yang berhasil membangun kembali perekonomian pasca
krisis ekonomi di tahun 1990 (Weiss, 1998).
Hal yang dapat diadopsi dalam sistem ekonomi di Swedia dengan membuat perubahan
sistem ekonomi yang menekankan pada sosial demokrasi. (Weiss, 1998)Sistem
ekonomi ini terjabarkan dalam bentuk 3 model yang nantinya menjadi langkah-langkah
proses. Pertama, menekankan pada upah yang rata kepada setiap pekerja dalam
pemanfaatan yang sesuai dalam kemampuan sumber daya pekerja yang nantinya akan
dikomparasikan pada pasar internasional serta pembangunan pada produk-produk
ekspor. Kedua, kegiatan pasar akan selalu bekerja secara terus menerus terutama
bagi pekerja pemanfaatan ini kepada para masyarakat yang masih belum memiliki
pekerjaan. Hal ini dapat digunakan sebagai bentuk wadah dari pemerintah
semisalkan untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan yang berfokus pada
pekerjaan tersebut. Ketiga, pemerintah sebagai monitoring dalam pengelolaan
inflasi ataupun deflasi yang terjadi dengan banyaknya perusahaan-perusaahaan di
negaranya dengan peningkatan ataupun aturan regulasi pajak yang sangat berguna
bagi pendapatan negara serta pembangunan dalam pemanfaatan sektor-sektor
produksi yang baru.
Jika
dikomparasikan pada bentuk sistem model yang digunakan oleh negara Swedia
seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan dengan baik melalui kodifikasi yang
sesuai dengan pemanfaatan Cryptocurrency.
Dalam tahapan tiga proses tersebut terutama kerjasama bersama antar pemerintah,
institusi pemerintah yang berwenang terutama bank sentral dan para investor
kripto.
Pertama,
pembangunan dalam perkembangan Cryptocurrency
dapat dimanfaatkan dengan baik hal ini pula yang menjadikan pekerja yang
sesuai dalam bidangnya dengan bantuan pemanfaatan dari fasilitas pemerintahan.
Gambar
1:
(Geeks, 2018)
Dalam
hal ini pula pemanfaatan antara konektivitas satu sama lain dalam pembangunan
sektor Cryptocurrency akan terjadi.
Hal ini akan disesuaikan dengan baik dalam pemanfaatan tersebut serta pemasukan
dan pengeluaran akan dilakukan penyesuaian dalam kesetaraan.
Kedua, Layaknya negara Swedia bagi
masyarakat terbelakang di Indonesia pula pemeritnah turut andil dalam
pengelolaan konsentrasi dalam pendidikan serta kebijakan-kebijakan yang berlaku
dalam meningkatkan sumber daya dalam sektor Cryptocurrency.
Pemanfaatan ini dapat dilakukan bagi praktisi serta pembahasan dalam kajian
ekonomi makro terbaru serta bagi pemahaman tingkat tinggi dalam pembangunan
teknologi.
Ketiga,
pemberlakuan agar nilai mata uang negara tetap stabil dan terhindar dari
inflasi maupun deflasi yang berlebihan dengan pemberlakuan ataupun
kebijakan-kebijakan dalam pemanfaatan pajak yang sesuai dari hasil sektor Cryptocurrency.
Gambar
2:
(Geeks, 2018)
Karena
Cryptocurrency merupakan salah satu
sistem Gold Digging yang tidak
terpengaruh oleh afektifitas politik domestik maupun internasional tentunya
pemerintah berhak memanfaatkan pemberlakuan pajak yang sesuai bagi pengguna
data bukan sebagai alat transaksi saja. Tentunya jaminan pemerintah mengenai
payung hukum yang berlaku. Dalam tabel diatas menjelaskan floating yang terus menerus berkembang dalam penyedia sektor Cryptocurrency dapat dibayangkan jika
pemerintah mampu menyerap pendapatan pajak dalam sektor yang baru dan tentunya
akan memberi nominal yang beras. Namun tentu pula pemerintah juga mampu
menjamin bagi para pengguna ataupun investor kripto dalam legalitas serta
kebijakan-kebijakan yang menjamin sebagai salah satu pekerja yang legal di
negara dan diakui.
Namun saat ini akibat munculnya pro
kontra serta kurangnya kajian-kajian terbuka yang memberikan pengaruh besar
bagi Undang Undang di negara Indonesia dalam jaminan legalitas di sektor Cryptocurrency. Negara Indonesia dalam
kategori Developmental State masih
belum mempersiapkan dengan baik dalam pemanfaatan sektor ekonomi digital yang
hanya berfokus pada bentuk transaksi saja dan pemanfaatan mata uang yang masih
tergolong tradisional karena membutuhkan bukti secara fisik. Tentunya hal ini
juga memberikan implikasi besar untuk internasional dalam memajukan negara
Indonesia.
Daftar Pustaka
Bigmore, R. (2018, May 25). A
Decade Of Cryptocurrency: From Bitcoin To Mining Chips. Retrieved from
The Telegraph: https://www.telegraph.co.uk/technology/digital-money/the-history-of-cryptocurrency/
Geeks, B. (2018, September 13). What is Cryptocurrency: Everything
You Must Need To Know! Retrieved from Block Geeks:
https://blockgeeks.com/guides/what-is-cryptocurrency/
Mills, B. (2017). What is Cryptocurrency: Everything You Must Need To
Know! Retrieved from Block Geeks.
Nera, J. (2018, Desember 21). Menyoal Bitcoin Sebagai Komoditi di
Indonesia. Retrieved from blockchainmedia.id:
https://blockchainmedia.id/menyoal-bitcoin-sebagai-komoditi-di-indonesia/
Smith, J. (2015). An Analysis of Bitcoin Exchange Rates. 1-10.
Weiss, L. (1998). Limits of The Distributive State: Swedish Model or
Global Economy. In L. Weiss, The Myth of the Powerless State (pp.
83-88). New York: Cornell University Press.
Komentar
Posting Komentar